A.
Pengertian HAM
HAM
adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan.HAM
berlaku secara universal.Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan
Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD
1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat
2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.Hak Asasi Manusia (yang selanjutnya
dalam makalah ini disingkat HAM) berkembang dan dikenal oleh dunia hukum modern
sekitar abad 17 dan 18 di Eropah. HAM tersebut semula dimaksudkan untuk
melindungi individu dari kekuasaan sewenang-wenang penguasa (raja). Namun dalam
perkembangannya HAM bukan lagi milik segelintir orang, melainkan hak semua
orang (universal) tanpa terkecuali.Atas dasar kesadaran itulah dilahirkan Deklarasi
Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights (UDHR)) tahun 1948.Dengan
dituangkannya nilai-nilai HAM yang terkandung di dalam Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia tersebut telah membawa konsep tatanan dalam rezim-rezim baru yang
terlibat dalam pembangunan institusi maupun konstruksi demokrasi berpandangan
bahwa pendidikan HAM merupakan sarana penangkal yang tepat untuk mencegah
kambuhnya kembali kecenderungan pelanggaran HAM.
Konsep HAM yang sebelumnya
cendrung bersifat theologies, filsafati, ideologis atau moralistik dengan
kemajuan berbangsa dan bernegara dalam konsep modern akan cendrung kesifat
yuridis dan politik , karena instrumen HAM dikembangkan sebagai bagian yang
menyeluruh dan hukum internasional baik tertulis maupun tidak tertulis.Bentuknya
bisa dalam wujud deklarasi, konvensi, kovenan, resolusi maupun general
comments.Instrumen-instrumen tersebut akan membebankan kewajiban para
negara-negara anggota PBB, sebagian mengikat secara yuridis dan sebagian lagi
kewajiban secara moral walaupun para negara anggota belum melakukan ratifikasi
secara formal.
Di Indonesia, pemahaman HAM
sebagai nilai, konsep dan norma yang hidup dan berkembang di masyarakat dapat
ditelusuri melalui studi terhadap sejarah perkembangan HAM yang dimulai dari
zaman pergerakan hingga sekarang, yaitu ketika amandemen terhadap UUD 1945 yang
secara eksplisit memuat pasal-pasal HAM. Seperti halnya konstitusi yang pernah
berlaku di Indonesia (Konstitusi RIS dan UUDS 1950), UUD 1945 amandemen juga
memuat pasal-pasal tentang HAM dalam kadar dan penekanan yang berbeda, disusun
secara kontekstual sejalan dengan suasana dan kondisi sosial dan politik pada
saat penyusunannya. Penyusunan muatan HAM dalam amandemen kedua UUD 1945 tidak
terlepas dari situasi sosial dan politik yang berkembang dan nuansa
demokratisasi, keterbukaan, pemajuan dan perlindungan HAM serta mewujudkan
negara berdasarkan hukum.
Pengaturan HAM di
Indonesia tidak hanya terbatas pada konstitusi yakni Amandemen UUD 1945,
melainkan diatur juga dalam peraturan perundang-undangan sebagai peraturan
pelaksana. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam Pasal 8 telah menentukan dalam
pembentukan suatu peraturan perundang-undangan didasari pada materi muatan
mengenai HAM.
Sebagai salah satu syarat negara
hukum yang demokrasi harus ada jaminan HAM dalam konstitusi maupun dalam semua
peraturan perundang-undangan. Jaminan HAM dalam negara meliputi sistem hukum
yang dianut dan penerapannya melalui unsur-unsur dalam sistem hukum yang
menurutLawrence Meir Friedman (1975,1998) terdapat tiga unsur dalam sistem
hukum, yakni Struktur (Structure), substansi (Substance) dan Kultur Hukum
(Legal Culture).Sebagai negara yang sebagian besar hukumnya dipengaruhi oleh
sistem hukum Cicil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental yang menghendaki
hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan
yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Hal tersebut bertujuan untuk
menjamin pelaksanaan asas legalitas. Prinsip-prinsip HAM harus termuat dalam
peraturan perundang-undangan. Sehingga dalam proses penegakan hukum akan
meminimalisir terjadinya pelanggaran HAM oleh aparat penegak hukum dan aparatur
pemerintah.
Contoh pelanggaran HAM:
1.
Penindasan dan
membatasi hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang.
2.
Hukum (aturan dan/atau
UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
3.
Manipulatif dan
membuat aturan pemilu sesuai dengan penguasa dan partai tiran/otoriter.
Universal Declaration of Human
Rights (Isi Pernyataan Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia) antara
lain mencantumkan, bahwa setiap orang mempunyai hak :
·
Hidup
·
Kemerdekaan dan
keamanan badan
·
Diakui kepribadiannya
·
Memperoleh pengakuan
yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hukum dalam
perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali
ada bukti yang sah
·
Masuk dan keluar
wilayah suatu Negara
·
Mendapatkan asylum
·
Mendapatkan suatu
kebangsaan
·
Mendapatkan hak milik
atas benda
·
Bebas mengutarakan
pikiran dan perasaan
·
Bebas memeluk agama
·
Mengeluarkan pendapat
·
Berapat dan berkumpul
·
Mendapat jaminan social
·
Mendapatkan pekerjaan
·
Berdagang
·
Mendapatkan pendidikan
·
Turut serta dalam
gerakan kebudayaan dalam masyarakat
·
Menikmati kesenian dan
turut serta dalam kemajuan keilmuan
B.
Eksistensi HAM dalam
Sistem Hukum di Indonesia
Membahas mengenai
sistem hukum Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sistem hukum yang berlaku di
dunia. Terdapat beberapa sistem hukum di dunia yang mempengaruhi sistem hukum
Indonesia, diantaranya civil law system, Common Law Sistem dan Religion Law
Sistem atau Sistem Hukum Islam. Terlepas dari sistem hukum yang dianut dalam
negara Indonesa, hal yang terpenting dalam pengaturan HAM di Indonesia adalah
kemauan politik pemerintah.Konsep HAM yang pada hakikatnya juga konsep tertib
dunia akan menjadi cepat dicapai kalau diawali dari tertib politik dalam setiap
negara. Artinya kemauan politik pemerintah, antara lain berisi tekad dan
kemauan untuk menegakkan HAM dapat menjadi masalah. Ketika hal ini menjadi
bagian dari kemauan pemerintah internal, benturan dalam masyarakat bisa saja
terjadi, khususnya antara suprastruktur dan infrastruktur. Konflik terjadi
sebagai akibat adanya perbedaan titik tekan prioritas. Kalau prioritas
ditekankan kepada stabilitas dengan alasan memperkuat lebih dahulu basis
ekonomi, pemberian HAM dapat dinomor duakan. Sistem politik sentralistik yang
menerapkan sistem ini. Sebaliknya, sistem politik demokrasi dapat memberikan
kebebasan dan menjamin Hak Asasi. Ketentraman dan kepuasan batin warga menjadi
prioritas utama. Aturan hukum yang diciptakan cukup akomodatif.
Untuk mengamati kedudukan HAM
dalam sistem hukum di Indonesia diperlukan analisa terhadap unsur dalam sistem
hukum itu sendiri. Menurut Lawrence Meir Friedman (1975,1998) terdapat tiga
unsur dalam sistem hukum, yakni Struktur (Structure), substansi (Substance) dan
Kultur Hukum (Legal Culture).Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui
eksistensi HAM dalam sistem hukum Indonesia selain pada tataran konsep juga
dalam tataran praktek.
1. Substansi Hukum (Legal Substance)
Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang
yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan,
aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living
law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law
books).Idealnya tatanan hukum nasional mengarah pada penciptaan sebuah tatanan
hukum nasional yang bisa menjamin penyelenggaraan negara dan relasi antara
warga negara, pemerintah dan dunia internasional secara baik. Tujuan politik
hukum yaitu menciptakan sebuah sistem hukum nasional yang rasional, transparan,
demokratis, otonom dan responsif terhadap perkembangan aspirasi dan ekspektasi
masyarakat, bukan sebuah sistem hukum yang bersifat menindas, ortodoks dan
reduksionistik.
Substansi hukum berkaitan dengan proses pembuatan suatu produk hukum yang
dilakukan oleh pembuat undang-undang. Nilai-nilai yang berpotensi menimbulkan
gejala hukum dimasyarakat dirumuskan dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Sedangkan pembuatan suatu produk perundang-undangan dipengaruhi oleh suasana
politik dalam suatu negara.
Dalam kaitannya dengan HAM, negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia
yang menghormati dan menjunjung tinggi HAM. Hal tersebut dapat ditelusuri dalam
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang terdiri atas lima sila, ditambah
dengan Pembukaan UUD 1945 dalam alinea pertama yang menyatakan: Kemerdekaan
ialah hak segala bangsa serta penjajahan harus dihapuskan. Serta dalam alinea
kedua yang menyatakan: Kemerdekaan negara menghantarkan rakyat merdeka,
bersatu, adil dan makmur.
Pemasukan unsur-unsur HAM dalam
peraturan perundang-undangan telah disadari oleh para pendiri negara Indonesia
sebagai sesuatu yang wajib ada dalam negara yang berasaskan demokrasi. Dalam
tataran makro, HAM telah digariskan dalam Pembukaan UUD 1945. Kemudian
diformalkan dalam bentuk peraturan perundang-udangan oleh lembaga politik/DPR dan
dioperasionalkan/dilaksanakan oleh pejabat/aparat negara dalam bentuk peraturan
pemerintah/peraturan lainnya sebagai pegangan para pejabat.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, konsep HAM yang berlaku secara universal
melalui hukum Internasional membebankan kepada Indonesia sebagai salah satu
anggota PBB untuk meratifikasi kedalam peraturan perundang-undangan sesuai
dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu contoh
adalah Konvenan Internasional Hak-Hak Sipol (International Covenan on Civil and
Political Rights) yang dalam makalah ini disingkat ICCPR.
ICCPR dapat diklasifikasikan dalam dua bagian yakni:
1.Non
Derogable
Non Derogable adalah Hak-hak
yang bersifat absolut yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara-negara
pihak, walaupun dalam keadaan darurat sekalipun. Hak yang termasuk jenis ini,
yakni: Hak atas hidup, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari perbudakan,
hak bebas dari penahanan karena gagal dari memenuhi perjanjian (seperti: hak
bebas dari pemidanaan yang berlaku surut, hak sebagai subyek hukum, hak atas
kebebasan berfikir, keyakinan dan agama). Pelanggaran terhadap hak jenis ini
akan mendapatkan kecaman sebagai pelanggaran serius HAM (Gross Violation of
Human Rights).
2.Derogable
Derogable adalah hak-hak yang boleh
dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh negara-negara pihak. Termasuk dalam
jenis hak ini yakni: hak atas kebebasan berkumpul secara damai, hak atas
kebebasan berserikat termasuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh, hak
atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi termasuk kebebasan mencari,
menerima dan memberikan informasi dan segala macam gagasan (lisan-tulisan).
Negara-negara pihak diperbolehkan mengurangi atas kewajiban dalam memebuhi
hak-hak tersebut. Akan tetapi pengurangan hanya dapat dilakukan apabila
sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak diskriminatif, yaitu demi
menjaga keamanan nasional, ketertiban umum, menghormati hak atau kebebasan
orang lain.
Di Indonesia, selain UUD 1945, keberadaan hak-hak
sipil yang sesuai dengan Konvenan Sipil dan politik termuat dalam banyak
peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian secara material, peraturan
perundang-undangan tersebut dapat dibedakan atas:
Peraturan perundang-undangan yang khusus mengenai hukum HAM, seperti
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Peraturan perundang-undangan lainya yang didalamnya memuat ketentuan yang
berkaitan dengan HAM, baik secara eksplisit (tersurat) maupun implisit
(tersirat).
Masih terdapatnya peraturan
perundang-undangan diluar peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur
mengenai HAM yang bertentangan dengan HAM. Sehingga perlu melakukan inventarisasi,
mengevaluasi dan mengkaji seluruh produk hukum, KUHP dan KUHAP, yang berlaku
yang tidak sesuai dengan HAM. Banyak sekali pasal-pasal dalam berbagai
Undang-Undang yang tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan HAM. Termasuk
beberapa Undang-Undang yang dihasilkan dalam era reformasi. Hal ini sebagai
konsekuensi dari karakter rejim sebelumnya yang memang anti HAM, sehingga
dengan sendirinya produk perundang-undangan kurang atau sama sekali tidak
mempertimbangan masalah HAM. Dalam konteks ini, maka agenda tersebut sejalan
dan dapat disatukan dengan agenda reformasi hukum nasional dan ratifikasi
konvensi/kovenan, internasional tentang HAM yang paling mendasar seperti
kovenan sipil-politik dan kovenan hak ekonomi, sosial dan budaya berikut
peraturan pelaksanaanya.
Struktur
Hukum (Legal Structure)
Struktur adalah kerangka atau
rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan
batasan secara keseluruhan.Struktur hukum merupakan institusionalisasi kedalam
beradaan hukum. Struktur hukum disini meliputi lembaga negara penegak hukum
seperti Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, Advokat dan lembaga penegak hukum
yang secara khusus diatur oleh undang-undang seperti KPK. Kewenangan lembaga
penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lain.
Termasuk dalam struktur hukum yakni hirarki peradilan umum di Indonesia dan
unsur struktur yang meliputi jumlah dan jenis pengadilan, yurisdiksinya, jumlah
hakim agung dan hakim lainnya.
Dalam tataran hukum normatif, dengan amandemen, UUD 1945 sebenarnya sudah dapat
dijadikan sebagai dasar untuk memperkokoh upaya-upaya peningkatan perlindungan
HAM. Tetapi dengan adanya undang-undang tentang HAM dan peradilan HAM, secara
institusional maupun hukum materil (hukum positif), menjadikan perangkat
organik untuk menegakkan hukum dalam kerangka perlindungan HAM atau sebaliknya
penegakan supremasi hukum dalam rangka perlindungan HAM menjadi kuat.
Adanya Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dan peradilan HAM patut dicatat sebagai
perangkat kelembagaan dasar peningkatan upaya penghormatan dan perlindungan HAM
dengan peningkatan kelembagaan yang dapat dikaitkan langsung dengan upaya
penegakan hukum. Pada tataran implementasi, memang masih banyak kelemahan dari
kedua lembaga tersebut, akan tetapi dengan adannya Komnas HAM dan peradilan HAM
dengan sendirinya upaya-upaya peningkatan penghormatan dan perlindungan HAM ini
memiliki dua pijakan penting, yaitu pijakan normatif berupa konstitusi dengan
UU organiknya serta Komnas HAM dan peradilan HAM yang memungkinkan berbagai
pelanggaran HAM dapat diproses sampai di pengadilan.
Perlindungan HAM dapat diletakkan dalam kerangka supremasi hukum karena telah
memperoleh pijakan legal, konstitusional dan institusional dengan dibentuknya
kelembagaan yang berkaitan dengan HAM dan hukum. Pengembangan kapasitas
kelembagaan pada instansi-instansi peradilan dan instansi lainnya yang terkait
dengan penegakan supremasi hukum dan perlindungan HAM.
Prioritas utama dalam penegakan hukum HAM yakni dengan
meningkatkan kapasitas hakim, jaksa, polisi, panitera dan unsur-unsur
pendukungnya dalam memahami dan menangani perkara-perkara hukum yang berkaitan
dengan HAM. Termasuk didalamnya mengenai administrasi dan pelaksanaan
penanganan perkara-perkara hukum mengenai pelanggaran HAM.
Permasalah HAM baru masuk secara resmi dalam sistem peradilan kita semenjak
bergulirnya reformasi. Sehingga dapat dilihat masih banyak, aparat penegak hukum
kita yang tidak memahami persoalan HAM. Terlebih lagi untuk menangani perkara
hukum di peradilan yang pembuktiannya amat pelik dan harus memenuhi standar
Komisi HAM PBB. Oleh sebab itu institutional capacity building di
instansi-instansi Negara yang terkait dengan masalah HAM ini menjadi amat
penting dan mendesak.
Kultur Hukum (Legal Culture)
Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman (2001:8) adalah sikap
manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta
harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial
yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan.Dalam
konteks HAM, peran serat masyarakat sangatlah penting. Dilihat dari sejarah,
adat kebiasaan, hukum, tata pergaulan dan pola bangsa Indonesia pada umumnya
terdapat indikasi yang cukup kuat bahwa bangsa Indonesia telah memiliki dan
mengenal ide yang berkaitan dengan HAM. Bukti empiris yaitu adanya
ungkapan-ungkapan yang sudah dikenal sejak nenek moyang, seperti istilah rembug
desa, adat pusako jo koto, mufakat, gotong royong, tut wuri handayani, kabukit
samo mendaki ka lurah samo menurun, musyawarah, dan lain-lain.
Proses perkembangan masyarakat Indonesia telah mempertemukan asas hukum adat
dengan sistem hukum bangsa/budaya asing secara terus menerus, sehingga terjadi
interaksi dan saling mengisi, mengakibatkan adanya
perpaduan/perubahan/pergeseran. Istitusi hukum akan semakin kuat jika ideologi
politik demokrasi menyatu, dalam arti dilaksanakan dengan penuh disiplin dan
tanggung jawab, sehingga rasa keadilan dapat terwujud dalam masyarakat.
Diakuinya eksistensi HAM dalam sistem hukum di Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh dan pergaulan Internasional. Terlepas dari pelaksanaan penegakan hukum
HAM oleh aparat negara, secara konsep HAM telah tertuang dalam berbagai bentuk
peraturan perundang-undangan baik eksplisit (tersurat) maupun implisit
(tersirat) yang tujuan utamanya memberikan perlindungan hukum terhadap warga
negara terhadap tindakan kesewenangan yang dilakukan penguasa maupun pihak
mayoritas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar