Kamis, 03 Mei 2012

Klasifikasi Gaya Kepemimpinan


Tanpa kita sadari bahwa sebetulnya kita masing-masing akan menjadi pemimpin, minimal akan menjadi pemimpin diri kita sendiri. Tapi sebetulnya ada bemacam gaya kepemimpinan menurut pakarnya:
1. Gaya kepemimpinan otoriter atau otokrasi, artinya sangat memaksakan kehendak kekuasaannya kepada bawahan.
2. Gaya kepemimpinan demokratis, artinya bersikap tengah antara memaksakakan kehendak dan memberi kelonggaran kepada bawahan.
3. Gaya kepemimpinan laissez fasif, yakni sikap membebaskan bawahan; dan
4. Gaya kepemimpinan situasional, yakni suatu sikap yang lebih melihat situasi: kapan harus bersikap memaksa, kapan harus moderat, dan pada situasi apa pula pemimpin harus memberikan keleluasaan pada bawahan.
Nah sekarang kita lihat satu persatu ciri-ciri dari masing-masing gaya kepemimpinan tersebut:
1. Ciri-ciri Kepemimpinan Bertipe Otoriter:
1) Tanpa musyawarah
2) Tidak mau menerima saran dari bawahan
3) Mementingkan diri sendiri dan kelompok
4) Selalu memerintah
5) Memberikan tugas mendadak
6) Cenderung menyukai bawahan yang ABS (asal bapak senang) 
7) Sikap keras terhadap bawahan Setiap keputusannya tidak dapat dibantah 
9) Kekuasaan mutlak di tangan pimpinan
10) Hubungan dengan bawahan kurang serasi 
11) Bertindak sewenang-wenang
12) Tanpa kenal ampun atas kesalahan bawahan 
13) Kurang mempercayai bawahan
14) Kurang mendorong semangat kerja bawahan 
15) Kurang mawas diri
16) Selalu tertutup
17) Suka mengancam
18) Kurang menghiraukan usulan bawahan 
19) Ada rasa bangga bila bawahannya takut
20) Tidak suka bawahan pandai dan berkembang 
21) Kurang memiliki rasa kekeluargaan
22) Sering marah-marah 
23) Senang sanjungan.

Daur Hidup Organisasi Sosial

Tahap I. Pancaran (Orientasi)

1. Organisasi yang memiliki pandangan dan sikap yang samaberkumpul memecahkan masalah.
2. Bermimpi Indah
3. Sikap mengorbankan apa saja

Ancaman    : gagasan berguguran
Perlu    : tindakan nyata

Tahap II. Bayi

1. Organisasi mulailahir dan dibentuk
2. Semangat, dedikasi dan produksi tinggi
3. Belum ada kesiapan dana yang memadai

Ancaman    : mati usia dini
Perlu    : kegiatan

Tahap III. Kanak-kanak

1. Kesibukan dan semangat luar biasa
2. Anggaran dana mulai jelas

Ancaman    : pendiri organisasi mulai was-was
Perlu    : badan Pelaksana

Tahap IV. Remaja

1. Kegiatan mulai banyak
2. Aturan cara kerja disusun dan diorganisasikan (administrasi)
3. Prosedur dan mekanisme kerja mulai rapi dan teratur

Ancaman    : Pengunduran diri karena kebebasan dan kreasi dikekang
Perlu   : Pompa semangat bersama mendirikan organisasi

Tahap V. Dewasa

1. Mapan
2. Administrasinya semakin jelas dan teratur
3. Efisiensi
4. Menikmati hasil kerja (senang)

Ancaman    : konflik kepantingan
Perlu    : Disentralisasi reorganisasi

Tahap VI. Matang

1. Tercapai tujuan
2. Kondisi kegiatan semakin baik
3. Administrasi benar-benar efisien

Ancaman    : rutinitas melemahkan kreativitas, gagasan
Perlu    : suntikan dari luar

Tahap VII. Aristokrasi

1. Muncul sikap apatis
2. Gagasan nyaris hilang
3. Produktivitas kerja menurun
4. Tujuan dan rencana pengulangan

Ancaman    : membayangkan dan membanggakan masa-masa jaya
Perlu    : pengubahan dari luar

Tahap VIII. Birokrasi Awal

1. Kekakuan birokrasi
2. Suasana menjadi smakin resmi
3. Produktivitas, semangat, dan kretivitas menjadi rapuh

Ancaman    : kejenuhan merajalela
Perlu    : sinergisasi

http://ichwanmuis.com/?p=1742

HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI

 Faktor hambatan yang biasanya terjadi dalam proses komunikasi, dapat dibagi dalam 3 jenis sebagai berikut:

1. Hambatan Teknis
Hambatan jenis ini timbul karena lingkungan yang memberikan dampak pencegahan terhadap kelancaran pengiriman dan penerimaan pesan. Dari sisi teknologi, keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi, akan semakin berkurang dengan adanya temuan baru di bidang teknologi komunikasi dan sistim informasi, sehingga saluran komunikasi dalam media komunikasi dapat diandalkan serta lebih efisien.

2. Hambatan Semantik
Gangguan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian atau idea secara efektif. Definisi semantik adalah studi atas pengertian, yang diungkapkan lewat bahasa. Suatu pesan yang kurang jelas, akan tetap menjadi tidak jelas bagaimanapun baiknya transmisi.
Untuk menghindari mis-komunikasi semacam ini, seorang komunikator harus memilih kata-kata yang tepat dan sesuai dengan karakteristik komunikannya, serta melihat dan mempertimbangkan kemungkinan penafsiran yang berbeda terhadap kata-kata yangdigunakannya.

3. Hambatan Manusiawi
Hambatan jenis ini muncul dari masalah-masalah pribadi yang dihadapi oleh orang-orang yang terlibat dalam komunikasi, baik komunikator maupun komunikan.
Menurut Cruden dan Sherman, hambatan ini mencakup :
Hambatan yang berasal dari perbedaan individual manusia, seperti perbedaan persepsi, umur, keadaan emosi, status, keterampilan mendengarkan, pencarian informasi, penyaringan informasi.
Hambatan yang ditimbulkan oleh iklim psikologis dalam organisasi atau lingkungan sosial dan budaya, seperti suasana dan iklim kerja serta tata nilai yang dianut.

http://rhestisyahdania.blogspot.com/2012/03/hambatan-dalam-komunikasi.html

perbedaan proses pengaruh berdasarkan kekuasaan dengan berdasarkan wewenang

KARAKTERISTIK DAN PERILAKU MANUSIA
Karakteristik dan Hakikat Manusia
Unsur manusia adalah unsur yang paling vital di dalam organisasi. Ia dapat menggagalkan dan mendukung keberhasilan usaha pencapaian tujuan organisasi. Hal ini disebabkan oleh sifat yang unik dalam diri manusia.
Manusia memiliki perbedaan masing-masing, yang disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan, latar belakang, aspirasi, dll. Motivasi kerjanya juga sangat bergantung pada perbedaan-perbedaan yang khas tersebut. Oleh sebab itu, kita perlu memandang manusia secara menyeluruh, utuh, dan dalam integritas pribadi.

Sikap dan Perilaku
Sedikitnya ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami perilaku manusia, yaitu pendekatan kognitif, pendekatan kepuasan, dan pendekatan psikoanalisis.
Pendekatan kognitif memanfaatkan munculnya perilaku sebagai jawaban (respons) dari adanya rangsangan (stimulus) yang diterima orang-orang. Pendekatan kepuasan menunjukkan bahwa seseorang akan merasa puas apabila kebutuhannya dapat terpenuhi, dan pekerjaan yang diterimanya menarik dan menantang kemampuannya.
Dari pendekatan psikoanalisis, diketahui ada tiga unsur yang dapat menyebabkan perilaku seseorang, yaitu id, ego dan super ego yang masing-masing dapat saling bertentangan. Id merupakan unsur yang menyebabkan munculnya perilaku tanpa mempedulikan unsur yang lain. Akan tetapi dua unsur yang lain juga dapat saling mendukung atau saling menolak terhadap keinginan id. Interaksi ketiga unsur tersebut mengakibatkan munculnya perilaku tertentu.

Teori Kepribadian
Sebenarnya, masalah perilaku manusia sangat sulit diramalkan kemunculannya. Sangat bergantung kepada kepribadian yang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan faktor keturunan, yang tentu saja akan berbeda bagi masing-masing individu. Cara ia merespons terhadap rangsangan lingkungan sangat berbeda, sehingga kita sulit meramalkan perilaku, kecuali kita dapat memahami lingkungannya.
Di sisi lain, ada pendekatan ciri yang dapat menunjukkan kecenderungan konsistensi perilaku seseorang, sebab ciri dianggap bagian yang membentuk kepribadian dan penunjuk perilaku. Namun pendapat ini banyak dikritik, sebab ciri tidak dapat dibuktikan secara kausal terhadap perilaku. Ciri juga tidak dapat memberikan pengertian tentang perkembangan dan dinamika kepribadian. Ciri juga tidak memberikan perhatian dengan situasi pekerjaan.
Sigmund Freud mengatakan bahwa kehidupan ketika manusia tumbuh dari kecil mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku setelah ia dewasa, khususnya faktor-faktor ketidaksadaran.

Peran dan Perilaku
Dalam kehidupannya, tanpa disadari, sebenarnya masing-masing orang telah membawakan perannya, baik tunggal maupun ganda, baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah maupun di dalam organisasi.
Fungsi peran di dalam organisasi sangatlah penting, agar tidak terjadi konflik dan kerancuan peran antara satu anggota dan anggota lainnya. Fungsi tersebut diperjelas dengan adanya uraian tugas (job description), yang menunjukkan posisi seseorang dalam organisasi, termasuk batas-batas wewenangnya, kekuasaan, hak, kewajiban, dll.
Persepsi terhadap fungsi peran tersebut dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam organisasi dan kinerja individu serta kelompok atau organisasinya.

Teori Motivasi Menurut Abraham Maslow

Pengertian Motivasi
    Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah- laku, dan di dalam perbuatanya itu mempunyai tujuan tertentu.
Beberapa Pengertian motivasi yaitu :
Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif.
Menurut Morgan (dalam Soemanto, 1987) motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah:
1. keadaan yang mendorong tingkah laku ( motivating states ),
2. tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut ( motivated behavior ),
3. Tujuan dari pada tingkah laku tersebut ( goals or ends of such behavior ).

Dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah merupakan sejumlah proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu, baik yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi.
Teori Motivasi Abraham Maslow
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
• Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah). Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.
• Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs) Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya.
• Kebutuhan sosial (Social Needs).
Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.
• Kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs).
Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbul-simbul dalam statusnya se¬seorang serta prestise yang ditampilkannya.
• Kebutuhan mempertinggi kapisitas kerja (Self actualization).

Penyelesaian konflik papua dan cara Penyelesaiannya.

Jakarta, CyberNews. Penyelesaian konflik di Papua terhambat oleh masih adanya ‘tembok’ yang memisahkan Papua dengan Jakarta. Persoalan tersebut adalah masalah ketidakpercayaan.

"Hal itu membuat apapun upaya yang selama ini diinisiasi pemerintah, gagal dan membutuhkan dialog sebagai pembuka jalur penyelesaian," kata peneliti LIPI Muridan S Widjojo dalam diskusi bertema ‘NKRI, Papua, dan Freeport’ di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Jumat (4/11).
Menurutnya, ketidakpercayaan rakyat Papua telah lama terjadi. Hal itu juga dipicu oleh langkah pemerintah sendiri dalam merespons konflik Papua. Dia mengatakan, masyarakat Papua bersandar pada sejarah.
"Misalnya, keberadaan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sejak 1965, yang dijawab pemerintah dengan menurunkan tentara. Sayangnya, tentara saat itu tidak hanya menembaki para anggota OPM, melainkan juga membakar kampung-kampung dalam rangka mendukung upaya tersebut," ujarnya.
Dikatakan, cerita tentang pelanggaran HAM di Papua cukup panjang. Cara-cara demikian, lanjutnya, terpelihara dan membuat konflik yang ada menjadi tidak terselesaikan serta memunculkan trauma.

Keritikan : "Untuk keluar dari konflik berkepanjangan ini, pemerintah jangan lagi menggunakan pendekatan keamanan. Sebab, harus menempuh dialog berlapis. Mulai dari dialog di internal Papua, dialog antara pemerintah, serta yang terpenting adalah dialog antara Papua dengan Jakarta,"

Penyelesaian Konflik papua dari segi Budaya
JUBI --- Diaz Gwijangge, Anggota Komisi X DPR RI memberikan perspektif dalam penyelesaian konflik Papua akibat berkibarnya Bintang Kejora (BK) yang telah menelan banyak korban jiwa, baik di pihak rakyat sipil maupun di pihak aparat keamanan.
“Kalau misalnya sekarang, kita lihat fakta yang sedang bergulir, JDP di bawah pimpinan Pater Neles Tebay dan kelompok sosial masyarakat lain yang juga tergabung di dalamnya sudah memulai proses ini agar tidak deadlock seperti BK dan Merah Putih karena sudah begitu banyak korban yang jatuh di kedua belah pihak setiap tahun jadi kita coba cari jalan/solusi damai,” tutur Gwijangge pada JUBI hari ini, Selasa (16/7).
Dalam sejarahnya, BK resmi dikibarkan pada Tanggal 1 Desember 1961 di Hollandia berdampingan dengan Bendera Belanda. Hollandia adalah nama Kota Jayapura pada jaman kependudukan Belanda di Papua.
Di sisi lain, Gwijangge juga mempertanyakan kesanggupan Pemerintah Indonesia untuk duduk sama rendah atau berdiri sama tinggi dengan Rakyat Papua dalam menyelesaikan berbagai konflik yang disebabkan oleh BK.
“Di sisi yang lain juga, pertanyaan saya adalah apakah Rakyat Papua mau atau tidak untuk duduk bersama-sama dengan Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan berbagai persoalan?” Tanya Gwijangge.
Gwijangge juga mengaku bahwa dirinya tidak memahami dengan baik makna dari setiap simbol di dalam BK itu sendiri hingga saat ini tetapi secara umum ada filosofis dan mitologi dari tiap suku di Papua tentang BK itu sendiri. Hal itulah yang membuat Orang papua merasa BK tidaklah jauh dari dirinya sendiri.
Bintang Kejora yang juga disebut Bintang Pagi ini biasanya dijadikan para nelayan sebagai penuntun. Sebagai penunjuk arah ketika mereka berada di tengah lautan tanpa kompas navigasi. Bintang Kejora adalah harapan bagi para nelayan yang sedang menanti datangnya pagi. Bintang Kejora adalah pedoman arah bagi masa depan yang cerah, secerah matahari terbit.

NEGERI YANG TAK PERNA ADA KEDAMAIN.
Penulis sengaja katakan negeri yang tak perna ada kedamain karena Papua kapan saja dimana saja bisa damai, bisa senang dan bisa mencekam hal itu bukan menjadi hal yang tabu setiap tanggal 1 Desember Rakyat Papua tau mereka akan terusik, sebelum HUT RI 17 Agustus pasti ada upaya pengibaran bintang kejora dan berbagai macam cara dan bentuk Papua tidak aman, serta berbagai aksi penembakan sewaktu-waktu bisa kembali terjadi oleh Orang Tak di kenal. Dan terlebih stikmanisasi orang Papua yang terus membunuh karakter bangsa Papua, Ini bukan kali pertama terjadi konflik ini telah dimulai sejak Indonesia menguasai Papua sejak tanggal 1 Mei 1963 dan hingga kini, persoalan Otsus banyak belum dituntaskan secara komperhensif dan menyeluruh. Baik itu persoalan Hak Asasi Manusia (HAM), persoalan ekonomi, dan masih banyak persoalan lainya dan rentetan dari persoalan-persoalan inilah yang menimbulkan stigma orang Papua mungkin bukan orang Indonesia, layaknya seperti orang Indonesia lain sehingga rasa ketidak percayaan orang Papua semakin tinggi, ketidakpercayaan ini diperlihatkan melalui beberapa cara. Yaitu mendesak perlu ada dialog antara pemerintah Indonesia dan orang Papua dan tuntutan referendum yang dimunculkan terutama dari kalangan pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam berbagai forum-forum ekstrim di papua.
Buntutnya pergolakan demi pergolakan terus dilakukan untuk meminta pengakuan yang sama sebagai warga negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka menyelesaikan konflik Papua, telah melakukan sejumlah operasi militer secara besar-besaran di tanah Papua. Operasi militer yang menewaskan warga atau masyarakat sipil, merusak fasilitas tidak dapat ditolelir sebagai kelasiman prosedur militer, rasanya tidak ada prosedur baku seperti itu, ini cara-cara tersebut merupakan pelanggaran berat atas HAM, terlebih kepada masyarakat sipil, dan juga melanggar aturan sebagai operasi militer, mereka harus melindungi nyawa masyarakat sipil dan konflik yang berlarut-larut. Banyak kalangan menilai operasi militer yang kurang selektif dan diskriminatif, telah menumbuhkan perasaan tidak senang yang meluas.
Padahal untuk menyelesaikan masalah Papua menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) “pemerintah perlu suatu strategi untuk identifikasi susber-sumber komflikya lebih dulu secara jelas. Upaya penyelasaian dengan jalan kekerasan tentu tidak akan menyelesaikan konflik Papua, selain dengan jalan damai. Banyak pihak sudah mengumandangkan pentingnya dialog antara pemerintah dan orang Papua atau dialog Jakarta dengan Papua untuk menyelesaikan konfilk secara damai karena pengalaman dan sejarah Papua memperlihatkan bahwa kekerasan tidak pernah menyelesaikan konflik Papua. Kekerasan malah menambah jumlah korban dan memperbanyak masalah. Maka penyelesaian konflik Papua hanya melalui jalan damai yakni dialog, Baik itu dialog internal orang Papua, warga Papua, wakil-wakil orang Papua di dalam dan di luar negeri dan dialog pemerintah Indonesia dengan orang Papua karena. Dialog merupakan suatu kebutuhan yang mendesak untuk mencegah pertumpahan darah di masa depan.
Pernyataan ini (Dialog) merupakan satu topik utama yang selalu muncul sebagai tuntutan disetiap aksi-aksi (Demonstrasi) yang dilakukan oleh orang Papua. Namun tidak pernah terealisai. padahal komitmen Indonesia untuk menyelesaikan konflik Papua secara dialog sudah dinyatakan secara publik. Oleh berbagai pihak seperti pernyataan Mentri Luar Negeri Hasan Wirayuda yang mengumumkan niat pemerintah yang mengutamakan solusi tanpa kekerasan. dan DPR RI selaku pihak legislatif telah memperlihatkan pentingnya dialog untuk menyelesaikan konflik Papua. Pandangan DPR ini diungkapkan oleh Komisi I yang membidangi Pertahanan dan Masalah Luar Negeri melalui Ketuanya Teo L Sambuaga, yang mendorong pemerintah sebaga pihak legislatif agar segera mengadakan dialog nasional dan lokal untuk menyelesaikan konflik Papua.
Semua komiten pemerintah ini sesuai dengn niat atau komitmen pribadi Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang berkehendak mengatasi berbagai persoalan di Indonesi dengan tiga pendekatan utama, masing-masing keadilan, demokrasi dan damai. Untuk menyelesaikan konflik Papua harus secara damai dan demokratis seperti penyelesaian konflik di Nanggroe Aceh Darussalam “Papua sudah sangat jelas, Kita akan mengedepankan cara-cara demokrasi dan damai seperti di Aceh” . Banyak pihak sudah mengumandangkan dialog antara pemerintah dan orang Papua atau dialog Jakarta-Papua untuk menyelesaikan konflik Papua secara damai. Namun hingga kini belum ada suatu suatu konsep tertulis tentang dialog Jakarta-Papua yang dikehendaki oleh pemerintah dan orang Papua.
Desakan dialog yang kuat dari berbagai kalangan yang dituangkan dalam suatu konsep tertulis untuk menyelesaikan konflik Papua dengan cara dialog danTIDAK BERBICARA SOAL MERDEKA

Ruang Lingkup Organisasi dan Metode

Dengan melihat maksud dan sifatnya, organisasi dan metode merupakan
pelayanan bagi manajer dan administrasi dalam melaksanakan fungsi manajemen,
maka organisasi dan metode merupakan bantuan teknis dan praktis dalam
pelaksanaan teori teori organisasi dan manajemen dengan setepat tepatnya.
Maka dari sifat dan maksud organisasi dan metode dapat dipahami ruang
lingkupnya adalah hal hal yang menyangkut bidang bidang khusus dari organisasi
dan manajemen yang detail dan luas scope nya.
Kegiatan kegiatan yang termasuk kedalam scope organisasi dan metode adalah :
1. Analisis organisasi (organization analysis).
2. Komunikasi dalam organisasi (communication in the organization).
3. Tata cara kerja, prosedur kerja dan sistem kerja (work methods, procedure and systems).